DKI Jakarta – Sepuluh tahun terakhir berubah menjadi periode penuh tantangan serta inovasi bagi Indonesia.
Dalam rentang waktu ini, masyarakat menghadapi bermacam perkembangan besar dari transisi pemerintahan, dampak pandemi global COVID-19, hingga langkah-langkah pemulihan sektor ekonomi yang digunakan berlangsung bertahap. Di berada dalam semua tantangan tersebut, salah satu indikator penting yang digunakan terus jadi perhatian adalah tingkat kemiskinan.
Data pada satu dekade terakhir menunjukkan bahwa penurunan hitungan kemiskinan tidak ada setiap saat berjalan mulus. Meskipun ada kemajuan signifikan, perjalanan menuju hidup yang mana lebih banyak sejahtera bagi seluruh rakyat Nusantara kekal dipenuhi tantangan.
Tingkat kemiskinan Indonesia di 10 tahun terakhir
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatatkan data bahwa jumlah total penduduk miskin pada Maret 2024 sebesar 25,22 jt orang, yang mana merupakan nomor terendah di satu dekade.
Jika ditarik ke belakang sejak Maret 2014, jumlah keseluruhan penduduk miskin pada waktu itu adalah 28,28 jt pendatang (11,25%). Selama 10 tahun, total yang disebutkan turun sekitar 3,06 jt pendatang atau turun 2,22 persen poin. Rata-rata, jumlah total penduduk miskin berkurang sekitar 300.000 warga per tahun.
Berikut ringkasan datanya:
- Maret 2014: 28,28 jt penduduk (11,25%)
- Maret 2019: 25,14 jt pemukim (9,41%)
- Maret 2020: 26,42 jt khalayak (9,78%) – pandemi COVID-19
- Maret 2021: 27,54 jt pemukim (10,14%) – puncak dampak pandemi
- Maret 2024: 25,22 jt warga (9,03%) – hitungan terendah dekade ini.
Angka kemiskinan terendah pada 10 Tahun
Menariknya, meskipun sektor ekonomi global belum sepenuhnya stabil, Nusantara justru mencatatkan capaian penting. Tiap Maret 2024, nomor kemiskinan nasional turun bermetamorfosis menjadi 9,03 persen, dari sebelumnya 9,36 persen pada Maret 2023. Jumlah penduduk miskin juga turun berubah menjadi sekitar 25,22 jt warga hitungan terendah pada satu dekade terakhir.
Secara rata-rata, penduduk yang tersebut diantaranya pada kategori miskin adalah merek yang dimaksud mempunyai pengeluaran ke bawah Rp582.932 per kapita per bulan. Dari jumlah keseluruhan tersebut, sekitar 74 persen digunakan untuk keperluan makanan sebesar Rp433.906, sedangkan sisanya sebesar Rp149.026 dialokasikan untuk permintaan non-makanan seperti pendidikan, kesehatan, dan juga transportasi.
Jika dilihat dari sisi rumah tangga, rata-rata keluarga miskin di dalam Negara Indonesia miliki 4,78 penduduk anggota. Dengan asumsi ini, maka garis kemiskinan per rumah tangga berada ke nomor Rp2.786.415 per bulan. Artinya, jikalau satu rumah tangga tiada mampu memenuhi keinginan dasar dengan pengeluaran sebesar itu, maka dia tergolong di kategori miskin.
Penurunan bilangan kemiskinan juga berlangsung pada daerah
Tren penurunan ini tidaklah hanya sekali muncul secara nasional, tapi juga terlihat ke bervariasi daerah, baik kota maupun desa.
- Di wilayah perkotaan, bilangan bulat kemiskinan turun dari 7,29 persen bermetamorfosis menjadi 7,09 persen.
- Sementara dalam perdesaan, turun dari 12,22 persen bermetamorfosis menjadi 11,79 persen.
Wilayah Bali serta Nusa Tenggara bahkan mencatatkan data penurunan tertinggi di periode ini.
Tak berhenti di dalam situ, ketimpangan perekonomian yang dimaksud tercermin dari rasio gini juga menunjukkan perbaikan. Angka rasio gini pada Maret 2024 tercatat 0,379, lebih lanjut rendah dibandingkan 0,388 pada Maret tahun sebelumnya, kemudian berada ke bawah level sebelum pandemi. Artinya, distribusi pengeluaran penduduk berubah jadi sedikit lebih banyak merata.
Pemerintah menyampaikan bahwa capaian ini tak lepas dari membaiknya aktivitas dunia usaha domestik dan juga bervariasi kegiatan bantuan sosial, khususnya pada waktu menghadapi kenaikan nilai tukar pangan dalam awal 2024.
Artikel ini disadur dari Angka kemiskinan Indonesia satu dekade terakhir turun, simak datanya